Kab. Kep. Yapen |
Di tengah persiapan masing-masing calon untuk berkompetisi menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Kabupatan Kepulauan Yapen Provinsi Papua, mereka sudah seharusnya sadar bahwa demokrasi selalu menjadi momen untuk selalu bisa berbesar hati.
Berprestasi dan terdidik tidak serta merta membuat seorang calon menjadi pemenang. Kaya pun belum tentu menjadi jaminan. Sebaliknya yang menjadi pemenang pun belum tentu sosok yang hebat atau punya jiwa kepimpinan yang kuat.
Kesan yang sangat ironis tersebut sudah merupakan suatu keniscayaan dalam demokrasi. Berbeda dari negara tiran di mana kepentingan disampaikan secara terang-benderang bahkan dengan cara-cara yang memaksa, demokrasi memperlakukan secara lain. Meraih kekuasaan adalah sebuah seni dalam menyampaikan ide dan meraih simpati tanpa paksaan.
Bertolak dari alasan demikian, tidak cukup bagi para calon hanya menyampaikan substansi dari pesta demokrasi berupa memaparkan visi dan misi yang baik-baik saja, tetapi juga menyiapkan cara pendekatan kepada rakyat dalam kampanye. Mau tak mau, setiap calon harus mencari tahu, siapa rakyat pemilihnya? Apa yang mereka inginkan? Apa cara terbaik dalam mendekati mereka?
Prinsip “cerdik seperti ular, tulus seperti merpati” sudah seharusnya menjadi syahadat setiap calon. Dalam konteks masyakarat pemilih di Manggarai Raya, semulia apapun visi dan misi, jika tak dikombinasikan dengan cara-cara yang memikat rakyat, sudah pasti akan gugur dengan sendirinya.
Atas dasar itu, kepada setiap calon, seberapa mulia pun visinya, tetap harus berjaga-jaga dan bersiaplah berbesar hati jika kalah. Niat baik dan menjadi pemain yang fair tak cukup untuk memenangkan Pilkada. Itulah salah satu realitas politik yang perlu dipertimbangkan.
0 comments:
Post a Comment